Model pembelajaran dimaknai sebagai
perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang
bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktifitas pembelajaran di
kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas
pembelajaran. (Aunurrahman, 2009 :146). Model pembelajaran merupakan
blue print yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di dalam
mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Dalam persiapan tersebut
metode pembelajaran memegang peranan penting untuk memberikan arahan
pembelajaran.
Metode pembelajaran adalah suatu cara
tertentu yang tepat dan serasi untuk menyajikan suatu materi pelajaran,
sehingga tercapai tujuan pelajaran, baik tujuan jangka pendek (tujuan
khusus/indikator) maupun tujuan jangka panjang (Standar Kompetensi);
dimana para siswa merasa mudah untuk menerima dan memahami pelajaran
tersebut, sehingga tidak terlalu memusingkan atau memberati pikiran
mereka dan mereka menerima pelajaran tersebut dengan perasaan lega,
senang, optimis dan penuh minta. Tentunya kegiatan guru selaku pelaksana
kurikulum dalam hal ini adalah berdasarkan prinsip-prinsip ilmu jiwa,
ilmu pendidikan, sosiologi dan sebagainya (Tayar Yusuf, 1993: 50).
Metode pembelajaran ini terdiri atas bermacam-macam. Pelaksana kurikulum dapat memilih dan menerapkan metode sesuai dengan materi yang akan digunakan. Dan dalam penggunaanya, guru dapat menggunakan beberapa metode dalam satu kali pertemuan. Metode-metode dimaksud adalah sebagai berikut:
Metode pembelajaran ini terdiri atas bermacam-macam. Pelaksana kurikulum dapat memilih dan menerapkan metode sesuai dengan materi yang akan digunakan. Dan dalam penggunaanya, guru dapat menggunakan beberapa metode dalam satu kali pertemuan. Metode-metode dimaksud adalah sebagai berikut:
- Audio Visual Method: yaitu cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempergunakan alat-alat yang dapat memperdengarkan atau dapat memperagakan bahan-bahan tersebut, sehingga para siswa/murid dapat menyaksikan langsung, mengamatai dengan cermat, memegang/merasakan bahan-bahan peragaan pelajaran tadi. Alat-alat ini di antaranya; Film dan Slide, film karton, radio, televisi, tape rekorder, gambar, peta, bola dunia, model barang-barang seperti mesin cuci dan lain-lain.
- Problem Solving Method. Metode ini mendorong murid-mund untuk aktif mencari bentuk-bentuk pemecahan masalah dengan sepenuh hati dan teliti. meskipun harus melalui trial dan error. Di sini banyak terdapat aktifitas learning by doing (belajar sambil bekerja). Dan murid-murid dibiarkan bekerja sendiri-sendiri menyelesaikan tugas masing-masing, posisi guru hanya mengawasi dan memberi petunjuk jika hal itu sangat diperlukan.
- Metode demonstrasi dan eksperimen. Penerapannya dengan jalan guru atau dapat pula salah seorang/beberapa orang siswa memperlihatkan kepada siswa lainnya di dalam kelas tentang sesuatu proses, misalnya bagaimana cara berlangsungnya sesautu, atau bagaimana melasknakan suatu ibadah, seperti: manasik haji, gerakan-gerakan yang benar di dalam shalat, shalat jenazah dan lain-lain.
- Metode diskusi. Yaitu pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa dengan jalan bertukar pikiran atau mengumpulkan pendapat dari semua komponen kelas tentang sesuatu masalah atau topik.
- Metode Insersi. Yakni intisari ajaran-ajaran Islam atau jiwa keagamaan emosi relegius diselipkan di dalam mata pelajaran umum.
- Metode membungkus (Wrapping Method), maksudnya ialah untuk mengajarkan materi agama atau hikmah keimanan dan sebagainya, sengaja dibungkus atau diselubungi dengan bentuk-bentuk lain, kisah, cerita, atau dengan ilmu-ilmu lain sepeti melalui sejarah, ilmu sosial dan lain-lain.
- Metode Latihan (Drill Method). Yakni mempelajari sesuatu dengan cara latihan berulang-ulang. Misalnya latihan praktek shalat, latihan membaca dan menghafal ayat-ayat al-Qur’an secara berulang-ulang dan sebagainya.
- Metode tanya Jawab
- Metode sosio drama atau bermain peran.
- Metode Resitasi (pemberian tugas). Yaitu guru memberi tugas kepada murid-murid untuk mempelajari terlebih dahulu suatu aspek dan subyek pembelajaran yang akan diajarkan. Sebelum diajarkan oleh guru, murid-murid terlebih dahulu mencoba sendiri-sendiri untuk melaksanakan sejauh kemampua mereka. Setelah itu barulah guru memberi keterangan atau penjelasan.
- Metode Kerja Kelompok.
- Metode ceramah.
- Metode kunjungan belajar (Studi Karyawisata). Yakni pembelajaran dengan mengunjungi suatu obyek yang ada kaitannya dengan maeri yang sedang dibahas. Misalnya ke kebun binatang, ke kebun percontohan atau kebun raya. Di situ mereka dapat membandingkan antara teori dengan kenyataan sebenarnya yang mereka lihat. (Tayar Yusuf, 1993: 52-57).
- Dan lain-lain, diserahkan kepada guru untuk mencari, menemukan dan mengembangkan metode-metode baru, yang sekiranya dianggap layak untuk digunakan.
Dari beberapa metode yang telah
dikemukakan di atas, masih ada lagi metode-metode yang lain yang
dikemukakan oleh para pakar. Di samping itu, ada yang mencoba untuk
mengembangkannya dalam bentuk suatu sintesa yang memiliki nilai seni
pembelajaran yang tinggi, sehingga melahirkan apa yang dikenal dengan
strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran ini lebih berorientasi
kepada aktivitas siswa untuk terlibat secara langsung dalam
pembelajaran. Dan di sini peranan guru sebagai fasilitator benar-benar
tampak. Namun dalam pembahasan ini, penulis sengaja untuk tidak
memaparkan strategi-strategi dimaksud. Penulis hanya membatasinya pada
metode, karena seperti yang telah dikatakan tadi, bahwa strategi adalah
pengembangan dari metode itu sendiri. Berikut ini, penulis memaparkan
tabel metode pembelajaran beserta kemampuan yang akan dicapai
berdasarkan indikator, yang dikutip dari buku karangan Martinis Yamin.
No
|
Metode
|
Kemampuan yang akan dicapai berdasarkan indikator
|
1
|
Ceramah
|
Menjelaskan konsep/prinsip/prosedur
|
2
|
Demonstrasi
|
Menjelaskan suatu keterampilan berdasarkan standar prosedur tertentu
|
3
|
Tanyajawab
|
Mendapatkan umpan balik/parsipasi/menganalisis
|
4
|
Penampilan
|
Melakukan suatu keterampilan
|
5
|
Diskusi
|
Menganalisis/memecahkan masalah
|
6
|
Studi mandiri
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensistensis/ mengevaluasi/melakukan sesuatu hal yang bersifat kognitif maupun psikomotorik
|
7
|
Kegiatan pembelajaran terprogran
|
Menjelaskan konsep/prinsip/prosedur
|
8
|
Latihan bersama teman
|
Melakukan sesuatu keterampilan
|
9
|
Simulasi
|
Menjelaskan/menerapkan/ menganalisis suatu konsep dan prinsip
|
10
|
Pemecahan masalah
|
Menjelaskan/menerapkan/ menganalisis konsep/prosedur/prinsip tertentu
|
11
|
Studi kasus
|
Menganalisis dan memecahkan masalah
|
12
|
Praktikum
|
Melakukan suatu keterampilan
|
13
|
Proyek
|
Melakukan sesuatu/menyusunkan laporan
|
14
|
Bermain peran
|
Menerapkan suatu konsep/prinsip/prosedur
|
15
|
Seminar
|
Menganalisis dan memecahkan masalah
|
16
|
Tutorial
|
Menjelaskan/menerapkan/ menganalisis konsep/ prosedur/prinsip
|
Tabel : Metode dan kemampuan yang akan dicapai (Martinis Yamin, 2007:139)
Untuk memperoleh efektivitas dalam
belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang diinginkan, para pelaksana
kurikulum harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti perkembangan
siswa, karakteristik mata pelajaran, dukungan sarana dan fasilitas
belajar serta lingkungan dimana model, metode atau pendekatan
pembelajaran diterapkan.
Dalam upaya meningkatkan efektivitas
proses pembelajaran, Widada mengemukakan bahwa di samping penyediaan
lingkungan yang kreatif, guru (pendidik) dapat menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
A. Self esteem approach.
Dalam pendekatan ini, guru (pendidik) dituntut untuk lebih mencurahkan perhatiannya pada pengembangan self esteem (kesadaran akan harga diri), guru (pendidik) tidak hanya mengarahkan peserta didik untuk mempelajari materi ilmiah saja, tetapi pengembangan sikap harus mendapat perhatian secara professional.
B. Creative approach.
Dalam pendekatan ini, Widada menyarankan bagi para guru (pendidik) untuk mengembangkan problem solving, brain storming, inquiri, dan role playing.
C. Value clarification and moral development approach
Dalam pendekatan ini, pengembangan pribadi menjadi sarana utama, pendekatan humanistic dan holistic menjadi ciri utama dalam mengembangkan potensi manusia menuju self actualization. Dalam situasi yang demikian, pengembangan intelektual akan mengiringi pengembangan pribadi murid (peserta didik) yang kompeten dan professional (Ahmad Tafsir, 1994: 229).
D. Multiple Talent approach.
Pendekatan ini rnementingkan upaya pengembangan seluruh potensi peserta didik, karena manifestasi pengembangan potensi akan membangun self concept yang menunjang kesehatan mental.
E. Inquiry approach.
Melalui pendekatan ini, murid (peserta didik) diberi kesempatan untuk mengembangkan proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah, serta meningkatkan potensi intelektualnya.
F. Pictorial riddle approach.
Pendekatan ini merupakan metode untuk mengembangkan motivasi dan minat murid (peserta didik) dalam diskusi kelompok kecil. pendekatan ini sangat membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
G. Synetic approach.
Pada hakekatnya pendekatan ini memusatkan perhatian pada kompetensi peserta didik untuk mengembangkan pelbagai bentuk metaphor untuk membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan kelompok yang tidak rasional, kemudian berkembang menuju penemuan dan pemecahan masalah secara rasional.
Memahami dari paparan di atas, tentang
aktivitas dan kreativitas murid (peserta didik) dalam belajar sangat
bergantung pada aktivitas dan kreativitas guru
(pendidik) dalam mengembangkan modul, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Guru dapat menggunakan pelbagai pendekatan dalam meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.
(pendidik) dalam mengembangkan modul, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Guru dapat menggunakan pelbagai pendekatan dalam meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.
Dalam kenyataanya, saat sekarang ini
kegiatan proses pembelajaran pada umumnya dimulai dengan pre tes. Pre
tes ini memiliki banyak kegunaan dalam proses pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Oleh karena itu pre tes memegang peranan penting dalam
proses pembelajaran. Fungsi pre tes ini antara lain dapat dikemukakan
sebagai berikut:
- Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka pikiran mereka berfokus pada soal-soal yang harus mereka jawab/kerjakan.
- Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil pre tes dengan post tes.
- Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiiki peserta didik mengenai bahan ajaran yang akan dijadikan topik thiam proses pembelajarannya.
- Untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.
Untuk mencapai fungsi yang ketiga dan
keempat, maka hasil pre tes harus segera diperiksa, sebelum pelaksanaan
proses pembelajaran inti dilaksanakan (sebelum siswa mempelajari modul).
Pemeriksaan ini harus dilakukan secara cepat dan cermat, jangan sampai
mengganggu suasana belajar, dan jangan sampai mengalihkan perhatian
peserta didik. Untuk itu, pada waktu memeriksa pra tes perlu diberikan
kegiatan lain, rnisalnya membaca hand out, atau text books. Dalam hal
ini pre tes sebaiknya dilakukan secara tertulis, ineskipun bisa saja
dilakukan dan dilaksanakan secara lisan atau perbuatan.
Sarna halnya dengan pre tes, post tes
juga sebagai kegiatan yang sering dilakukan ketika akhir dari
pembelajaran memiliki banyak kegunaan, terutama dalam melihat
keberhasilan pembelajaran. Fungsi post tes ini antara lain ialah:
- Untuk mengetahui tingkat penguasaan murid (peserta didik) terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
- Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasai oleh murid (peserta didik), serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya. Sehubungan dengan kompetensi dan tujuan yang belum dikuasai ini, apabila sebagian besar balum menguasainya, maka perlu dilakukan pembelajaran kembali (remedial teaching).
- Untuk mengetahui murid (peserta didik) yang perlu mengikuti kegiatan remedial, dan murid (peserta didik) yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam mengerjakan modul (kegiatan belajar).
- Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap komponen-komponen modul, dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
Perubahan hasil belajar siswa dapat
dilihat setelah para pelaksana kurikulum memilih dan menerapkan model,
metode atau pendekatan dalam proses pembelajaran. Meskipun secara
teoritis belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku, namun
tidak semua perubahan tingkah laku organisme dapat dianggap belajar.
Perubahan yang timbul karena proses belajar sudah tentu memiliki
ciri-ciri perwujudan yang khas.
Setiap perilaku belajar selalu ditandai
oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Karakteristik perilaku belajar
ini dalam beberapa pustaka rujukan, antara lain Psikologi Pembelajaran
oleh Surya (1982), disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar. Di
antara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku
belajar yang terpenting adalah:
1). Perubahan Intensional :
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia merasakan adanya perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan tertentu, keterampilan dan seterusnya. Sehubungan dengan itu, perubahan yang diakibatkan mabuk, gila, dan lelah tidak termasuk dalam karakteristik belajar, karena individu yang bersangkutan tidak menyadari atau tidak menghendaki keberadaannya.
Di samping perilaku belajar itu
menghendaki perubahan yang disadari, ia juga diarahkan pada tercapainya
perubahan tersebut. Jadi, jika seorang siswa belajar bahasa Inggris
umpamanya, maka sebelumnya ia telah menetapkan taraf kemahiran yang
disesuaikan dengan tujuan pemakaiannya. Penetapan ini misalnya, apakah
bahasa asing tersebut akan ia gunakan untuk keperluan studi ke luar
negeri ataukah untuk sekedar bisa membaca teks-teks atau literatur
berbahasa Inggris.
Namun demikian, perlu pula dicatat bahwa
kesengajaan belajar itu, menurut Anderson (1990) tidak penting, yang
penting cara mengelola informasi yang diterima siswa pada waktu
peristiwa belajar terjadi. Di samping itu, kenyataan sehari-hari juga
menunjukkan bahwa tidak semua kecakapan yang kita peroleh merupakan
hasil kesengajaan belajar yang kita sadari.
Sebagai contoh, kebiasaan bersopan
santun di meja makan dan bertegur sapa dengan orang lain seperti guru
dan orang-orang di sekitar kita tanpa disengaja dan disadari. Begitu
juga beberapa kecakapan tertentu yang kita peroleh dari pengalaman dan
praktik sehari-hari, belum tentu kita pelajari dengan sengaja. Dengan
demikian, dapat kita pastikan bahwa perubahan intensional tersebut bukan
“harga mati” yang harus dibayar oleh anda dan siswa.
2). Perubahan Positif dan Aktif :
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru (seperti pemahaman dan keterampilan baru) yang lebih baik daripada apa yang telah ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan (misalnya, bayi yang bisa merangkak setelah bisa duduk), tetapi karena usaha siswa itu sendiri.
3). Perubahan Efektif dan Fungsional :
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya, perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan fungsional dapat diharapkan memberi manfaat yang luas misalnya ketika siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kehidupan sehari-hari dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Selain itu, perubahan yang efektif dan
fungsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong timbulnya
perubahan-perubahan positif lainnya. Sebagai contoh, jika seorang siswa
belajar menulis, maka di samping akan mampu merangkaikan kata dan
kalimat dalam bentuk tulisan, ia juga akan memperoleh kecakapan lainnya
seperti membuat catatan, mengarang surat, dan bahkan menyusun karya
sastra atau karya ilmiah.
Daftar Pustaka
Gagne, Robert M, dan Briggs, Leslie J. 1979. Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Gagne, Robert M. dan Driscoll, Marcy P. 1988. Essentials of learning for instruction. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Hendorn, James N. 1987. Learner interests, achievement, and continuing motivation in instruction, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 11-14.
Hilgard, Ernest R. dan Bower, Gordon H. 1975. Theories of learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom measurement and evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Keller, John M. 1983. Motivational design instruction dalam Charles M Reigeluth (ed.), Instructional design theories and models, 383-430. Hillsdale, NJ.: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Daftar Pustaka
Gagne, Robert M, dan Briggs, Leslie J. 1979. Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Gagne, Robert M. dan Driscoll, Marcy P. 1988. Essentials of learning for instruction. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice-Hall, Inc.
Hendorn, James N. 1987. Learner interests, achievement, and continuing motivation in instruction, Journal of Instructional Development, Vol. 10 (3), 11-14.
Hilgard, Ernest R. dan Bower, Gordon H. 1975. Theories of learning. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, Inc.
Hopkins, Charles D. dan Antes, Richard L. 1990. Classroom measurement and evaluation. Itasca, Illinois: F.E. Peacock Publisher, Inc.
Keller, John M. 1983. Motivational design instruction dalam Charles M Reigeluth (ed.), Instructional design theories and models, 383-430. Hillsdale, NJ.: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
How to Find a Casino at a Casino in South Africa
BalasHapusHow to find a Casino at a Casino in South Africa by 속초 출장안마 searching for 김포 출장마사지 a 의정부 출장안마 Casino near 전라북도 출장샵 you (with promo codes) is a very 군포 출장샵 simple process.